Ahad, 19 Julai 2009

Cinta ....

ASSALAMUALAIKUM...

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan
Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai
menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka
taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al
Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai
aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama
aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang
dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata
itu
dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan
tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala
itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di
dunia.Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari
mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti
akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam.

"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan
menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan
penghulu
dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana
nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut
ini."Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku,
jangan pada umatku."Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah
tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan
di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah
hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran untuk
mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.>Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.
WASSALAM....

Tiada ulasan:

Catat Ulasan